Saturday, December 22, 2018

In the Midst of Rain - part 1 About Rainiya

“Rainya Windy  ”

Semilir angin membelai lembut pipi gadis manis yang sedang berada di halte itu. Halte yang tampak sepi merupakan pemandangan yang sangat jarang dijumpai di kota padat seperti Jakarta tentunya. Maklum , sore itu Sang surya sudah mulai meredup padahal jam masih menunjukkan pukul 3 petang. Sepertinya hujan akan segera mengguyur bumi sebentar lagi, awan awan kelabu yang menggantung diatas sana seolah memberi isyarat untuk siapapun agar segera bergegas untuk pulang atau setidaknya mengurungkan niat untuk pergi ke luar kala itu.
Disinalih gadis itu berdiri, menenteng beberapa perlengkapan yang akan digunakannya besok .Besok adalah hari pertamanya masuk sekolah. Gadis berambut panjang itu kini telah duduk di bangku SMA. Ia masuk ke salah satu SMA terfavorit di Jakarta, entah karna memang memenuhi standar atau dewi fortuna sedang berpihak padanya, yang jelas ia sangat beruntung bisa masuk ke SMA itu yang notabenenya kalau tidak berisi orang-orang yang memiliki IQ selangit, ya berisi anak-anak konglomerat yang hartanya bahkan tidak habis tujuh turunan.
Ia tidak mau berpikir terlalu muluk-muluk mengapa dirinya bisa diterima di SMA unggulan itu, baginya memiliki kesempatan bersekolah disana saja sudah merupakan anugrah tak terhingga dari tuhan untuk dirinya. Bukan keinginan Ervyna untuk bersekolah disana. Jika bukan karna neneknya yang memintanya, ia bahkan lebih memilih bersekolah di sekolah biasa tempat teman-teman SMP nya dulu melanjutkan.
Kembali ke halte, gadis yang saat ini dengan santainya menjilat es krim coklat vanilanya tampak tidak terlalu mengkhawatirkan hujan yang seolah olah siap turun kapan saja. Toh, ia sendiri sangat menyukai hujan, payung merah favoritnya juga selalu setia berada ditas nya. Tak heran mengapa gadis itu terlihat tenang-tenang saja jikalau hujan nanti tiba-tiba turun.
Entah karena namanya yang berkaitan dengan hujan atau karna masa kecil nya yang dipenuhi oleh hal manis tentang hujan, yang jelas ia sangat menyukai hujan. Baginya hujan adalah ketenangan , baginya hujan adalah kenyamanan dan baginya hujan adalah kebahagiaan.
Bibirnya tipisnya mulai melengkung ketika titik-titik air itu perlahan jatuh. Ia mulai menadahkan tangannya ke atas dari pinggir halte. Tetes demi tetes air yang menyentuh tangannya menciptakan sensasi yang bahkan tak bisa dijelaskan oleh dirinya sendiri. Ia merasa sangat menyukai perasaan itu.
Disaat-saat seperti ini rasanya semua kenangan indah masa kecilnya muncul. Ia teringat saat ia sedang dimarahi neneknya karna bermain hujan yang membuat pakaiannya basah kuyup, ia menangis dan berlari ke taman di kompleksnya, ia berjongkok di bawah salah satu seluncuran yang ada di taman itu. Ia masih menangis, gadis mungil itu menggosok-gosok matanya mencoba menghentikan air matanya.
Masih ditaman itu, seorang anak laki-laki yang sedang memegang payung dan menggendong kucing mendengar samar-samar suara tangis anak perempuan. Ia yang penasaran mulai menyusuri taman dan menemukan seorang anak yang sedang menangis tersedu-sedu di bawah salah satu permainan. Gadis itu terkejut dan membuat tangisnya semakin keras. Anak laki-laki itu tidak mengerti mengapa gadis kecil itu malah menangis semakin keras. Ia kemudian mencoba mencari sesuatu disakunya dan memberikan nya pada gadis itu.
Ia menyodorkan permen coklat padanya.
“udah jangan nangis ya, ini permen buat kamu, kata mama permen coklat bisa buat kita tenang” ujar anak laki-laki itu dengan polosnya

Gadis kecil itu melihat permen coklat dan pemiliknya bergantian, ia ragu-ragu untuk mengambilnya. Bocah laki-laki yang mengerti itu kemudian membuka bungkus permen itu dan menawarkannya sekali lagi

“ini, ambil aja enak kok”
“ma ma makasih” balas gadis itu sambil sesegukan

Gadis itu cepat cepat memasukkan coklat itu kedalam mulutnya. Ya, di memang sangat menyukai coklat tanpa malu malu ia segera menghabiskan permen coklat yang diberikan padanya. Anak yang tadi menangis itu tampaknya sudah mulai tenang, lupa akan keberadaan anak disebelahnya yang sedari tadi memperhatikannya. Ia pun menengok pada anak laki-laki itu, dengan seyuman yang mulai mengembang dibibirnya yang tipis, pipinya yang tembam menampakkan dua lesung pipi yang membuatnya terlihat sangat imut.

“ makasih ya, kamu mau” ucap gadis itu sembari menyodorkan permen coklat yang tinggal sedikit.
“ Enggak buat kamu aja” jawab anak itu sambil tersenyum. Senyum nya juga menampakan lesung pipi disalah satu pipinya.

Seolah tertarik dengan apa yang sedang bergerak-gerak dibawah baju anak laki-laki itu. Ia menunjuk dengan takut-takut ke arah perut anak itu

“ itu apa, kok gerak-gerak”
“ ooh, ini kucing” sambil mengeluarkan apa yang ada disana
“ wah lucu banget, kenapa ditaro didalem situ. Entar dia gak bisa nafas gimana”
“tadi aku nemuin dia, dia kehujanan aku mikirnya, pasti dia kedinginan jadi aku taruh disini biar hangat” jelas anak itu
“oooohh” jawab gadis itu sambil mengangguk angguk

Gadis manis yang masih berada di halte itu kemudian tersadar dari lamunanya ketika mendengar suara anak kucing yang mengejutnya tiba-tiba. Ia yang penasaran kemudian mencari dari mana asal suara itu. Setelah berkelililing halte, ia kemudian melihat ke atas pohon yang berada dibelakang halte.

“ ya ampun, kamu ngapain ada diatas sana puss, kalo jatuh gimana coba?”
Tanpa ragu-ragu gadis itu segera memanjat ke atas pohon untuk menyelamatkan kucing kecil yang tampak ketakutan.

“sabar ya puss, aku bakal nolongin kamu”

Ervyna yang tidak tahu cara memanjat sama sekali tanpa ragu segera mencoba mencari cara agar bisa menyelamatkan kucing itu. Dengan takut-takut, dalam keadaan hujan ia mencoba meraih dahan dahan pohon dan mengangkat naik tubuhnya. Untung saja pohon itu tidak terlalu tinggi, jadi Ervyna tidak harus bersusah payah untuk memanjat pohon itu, Ok memang tidak terlalu tinggi untuk orang-orang pada umumnya .Tapi bagi Ervyna sendiri yang phobia terhadap ketinggian, pohon itu sudah cukup menyeramkan. Ia mencoba sekuat tenaga untuk tidak melihat ke arah bawah sambil terus menenangkan dirinya.

“ gak boleh takut, gak boleh takut. Masa segini aja takut, gimana mau nolongin tu kucing kalo lo aja takut” seru Ervyns meyakinkan dirinya

Perlahan Ervyna akhirnya mencapai tempat kucing itu terperangkap tidak bisa turun, Ervyna cepat cepat memasukkan kucing itu kedalam jaketnya, walaupun bagian luarnya basah setidaknya bagian dalamnya masih cukup kering untuk melindungi kucing tersebut dari air hujan.

“ udah puss kamu aman, tapi puss gimana cara kita turun?” tanyanya entah pada kucing kecil itu atau pada dirinya sendiri

Seolah mengerti apa yang dikatakan Ervyna kucing itu hanya mengeong mendengar ocehan Ervyna. Kembali ke Ervyna Ia sendiri tiba-tiba mulai melihat kebawah , kakinya mulai bergetar ketika melihat posisinya yang begitu jauh diatas sini.

“Mampus, gimana caranya gue turun kalo baru liat kebawah doang udah gemeteran gini, lagian bego banget sih gue, gak  mikir dulu kalo mau ngelakuin apa-apa” rutuk Ervyna pada diri sendiri.

Ia berpikir beberapa saat sambil mengelus-ngelus kucing di dalam jaketnya. Setelah lama berpikir dan sepertinya memang tidak ada jalanlain selain meminta tolong, ia pun berteriak sekencang-kencangnya. Entah ada yang mendengar atau tidak karna dalam keadaan hujan seperti ini pasti jarang ada orang yang berlalu lalang di jalanan. Belum lagi teriakannya yang seolah tenggelam dalam suara hujan yang makin deras.

“Tolong , Tolong , Tolong “ teriak Ervyna belum lelah

 Tanpa ia sadari sejak tadi ada seorang pria yang memperhatikannya dari tadi dari sebrang jalan, ia ternyata diam-diam melihat apa yang dilakukan gadis itu dari tadi. Ia bahkan mendengar teriakan gadis itu yang meminta tolong. Ia bergumam pada dirinya sendiri
 “ Dasar gadis bodoh”



Bersambung….

No comments:

Post a Comment

THE LITTLE MATCH GIRL ~ a translation of hans christian andersen's "den lille pige med svovlstikkerne"

  THE LITTLE MATCH GIRL Hari itu sangat dingin. Salju turun, dan hari hampir gelap. Malam tiba, malam terakhir tahun ini. Dalam cuaca dingin...